More
    HomeBeritaPDIP Merespons Usulan Prabowo agar Gibran Menjadi Cawapres

    PDIP Merespons Usulan Prabowo agar Gibran Menjadi Cawapres

    Pengamat Politik Usep S Akhyar menilai, penunjukan Gibran sebagai Cawapres Prabowo Subianto sudah terbaca sejak lama, terutama setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian gugatan syarat capres-cawapres kemarin. Namun kini yang menjadi sorotan karena Gibran masih berstatus sebagai kader PDIP saat diusung menjadi Cawapres Prabowo.

    Dia mengatakan, sikap yang dilakukan Gibran juga pernah terjadi pada perpolitikan Indonesia. Saat itu, Jusuf Kalla (JK) yang merupakan kader Partai Golkar menyeberang dengan keputusan politik partainya, yakni menerima pinangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi cawapresnya.

    “Saya kira ini persoalan pengkaderan di masing-masing partai politik yang mungkin bermasalah. Di satu sisi memang mungkin melanggar disiplin partai, tapi kan di sisi lain itu hak politiknya Gibran, dan di sisi lain juga itu kan karena pesoalan misalnya mungkin si kader itu yang peluang di partai lain itu cukup besar dibanding di partainya,” ujar Usep saat dihubungi Liputan6.com, Senin (23/10/2023).

    “Persoalannya bahwa misalnya PDIP merasa dikhianati sama kader partainya ya tegakkan aja disiplin partai, kan itu saja. Dan selanjutnya itu hak politiknya masing-masingg,” sambungnya.

    Hingga saat ini, PDIP belum menerima surat pengunduran diri dari Gibran, begitu pula sebaliknya partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini belum mengambil keputusan terhadap nasib putra sulung Presiden Jokowi itu di partainya.

    Menurut Usep, PDIP bisa saja tidak memecat Gibran. “Kalau dulu ada beberapa partai yang tidak memecat karena itu jadi keuntungan politik, kaya Pak JK balik lagi setelah jadi wapres malah memegang Golkar. Nah kan ini juga bisa begitu ya, itu tergantung kebijakan partai masing-masing,” katanya.

    Sementara menurut Ketua DPC PDIP Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo, Gibran otomatis keluar dari partai banteng moncong putih setelah menerima pinangan koalisi lawan.

    “Ya itu kan tergantung pada partainya, atau Gibrannya bisa jadi nanti dipecat atau bisa jadi mengundurkan diri. Tapi bahwa pencalonan ini sah karena diusung oleh minimal satu partai atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat koalisi untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden,” ucap Usep.

    Lebih lanjut, Direktur Populi Center ini menimali PDIP tidak perlu terburu-buru memecat Jokowi dari anggota partai buntut keputusan politik dua putranya, yakni Gibran dan Kaesang Pangarep. Putra bungsu Jokowi itu kini memimpin Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang disinyalisasi segera mengumumkan dukungannya kepada Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

    “ini kan kasusnya Pak Jokowi kan persoalannya banyak pengikutnya juga, ya harus hati-hati juga kan PDIP, apakah menimbulkan efek positif atau negatif. Nah saya kira memang harus hati-hati masalah ini, mungkin kalau dipecat justru sentimennya akan positif bagi Jokowi ya, kuat-kuatan aja ini bermain politik. Tapi menurut saya kalaupun bertahan, Pak Jokowi ini tidak akan baik-baik saja,” ujar Usep.

    Masa Depan Indonesia Mau Dibawa ke Mana?

    Sementara itu, Pengamat Politik Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Vishnu Juwono mengatakan, diumumkannya nama Gibran Rakabuming Raka sebagai Bacawapres Prabowo Subianto telah memicu diskusi sengit dalam politik Indonesia.

    Selain polemik karena sebagai anak dari seorang presiden aktif, pengalaman dan kemampuan pemuda 36 tahun itu dinilai masih belum mumpuni untuk memimpin sebuah bangsa besar yang bernama Indonesia.

    “Peristiwa ini memunculkan pertanyaan mengenai arah masa depan negara, terutama mengingat pengalaman politik nasional Gibran yang terbatas,” ujar Vishnu dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Senin (26/10/2023).

    Oleh karena itu, rekam jejak kiprah politik nasional Gibran Rakabuming Raka yang masih sangat terbatas merupakan tantangan besar baginya untuk segera merumuskan dan mengartikulasikan visi sebagai calon wakil presiden.

    Vishnu menyebut, jika terpilih sebagai wakil presiden, Gibran akan menjadi wapres termuda dalam sejarah Indonesia, melampaui rekor yang dipegang oleh wakil presiden pertama, Muhammad Hatta yang menjabat pada usia 43 tahun.

    Tidak hanya soal umur, lanjut Vishnu, bila membandingkan dengan wakil presiden sebelumnya seperti Sultan Hamangkubuwono IX, BJ Habibie, dan Jusuf Kalla, terlihat bahwa tokoh-tokoh tersebut memiliki pengalaman luas dalam kancah politik nasional, bahkan internasional. Baik melalui peran mereka dalam TNI atau kebijakan publik tingkat nasional sebagai menteri yang berpengaruh besar bagi publik.

    “Pertanyaan yang ada di benak publik adalah visi seperti apa yang akan ia bawa untuk kemajuan Indonesia, terutama jika Prabowo tidak dapat menjalankan tugasnya atau pergi ke luar negeri nanti. Sebab, bila hal tersebut terjadi, menurut konstitusi secara otomatis Gibran menduduki jabatan presiden,” kata Vhisnu.

    Vhisnu menjelaskan, berdasarkan survei dari Unisri, sebesar 96 persen suara responden mengaku puas dengan kepemimpinan Gibran sebagai Wali Kota Solo. Artinya, dia menunjukkan kepopulerannya di mata warga Solo.

    “Namun, dengan memiliki pengalaman baru dua tahun sebagai wali kota, beberapa dari 17 program strategis yang ia usulkan sebagian besar masih dalam tahap pengembangan,” kata Vishnu.

    Vishnu menegaskan, skala wilayah Indonesia jauh lebih luas dan kompleks dengan 7.200 lebih kecamatan, dibanding Solo yang hanya 5 kecamatan. Karena itu, sangat penting bagi Gibran untuk dengan cepat menyampaikan visi dan inisiatif program yang komprehensif yang akan dijalankannya bersama Prabowo dalam berbagai bidang.

    “Gibran harus sampaikan visi misinya di bidang kesejahteraan masyarakat, hukum, keamanan dan politik, dan perekonomian. Hal ini tidak hanya akan mengatasi keterbatasan pengalamannya di panggung politik nasional, tetapi juga akan meyakinkan keraguan publik akan kepemimpinan, kompetensi dan kesiapannya sebagai wakil presiden,” jelas Vishnu.

    Vishnu menyimpulkan, nominasi Gibran sebagai cawapres adalah peluang unik baginya untuk mendefinisikan identitas politiknya yang lebih subtantif dari sekadar mengandalkan popularitas tinggi ayahnya, Jokowi.

    “Publik luas tentu saja menantikan untuk mendengar visinya untuk masa depan dan strategi apa yang akan digunakannya untuk mengatasi tantangan kompleks yang dihadapi Indonesia,” kata Vishnu memungkasi.

    berita