Serial Gadis Kretek yang diadaptasi dari novel karya Ratih Kumala jadi bahan perbincangan masyarakat beberapa pekan terakhir. Serial yang dibintangi Dian Sastrowardoyo, Ario Bayu, dan Putri Marino, yang tayang di Netflix itu juga banjir pujian. Serial tersebut mengisahkan perjalanan industri kretek di sebuah kota di Jawa Tengah pada tahun 1960-an.
Lantas bagaimana dengan sejarah kretek di Indonesia?
Berdasar ringkasan buku Hikayat Kretek karya sejarawan Amen Budiman dan Onghokham, nama Haji Jamhari disebut-sebut sebagai penemu dan produsen rumahan bawal rokok kretek di Kudus, Jawa Tengah sekitar akhir abad ke-19. Penemuan kretek sendiri dapat dikatakan sebagai kebetulan.
Saat itu, Jamhari merasakan sesak di dada. Berbagai cara ia lakukan untuk meredakan rasa sakitnya. Misalnya dengan mencoba menggosokkan minyak cengkeh di bagian dada dan pinggang. Lalu ia mencoba mengunyah cengkeh dan sakit yang dirasakannya mulai membaik.
Jamhari juga mencoba menggunakan rempah-rempah yang ada sebagai obat. Yaitu dengan cara potongan cengkeh dioplos dengan tembakau menggunakan kulit jagung kering (klobot) kemudian diikat, dan dibakar. Asap yang dihisapnya pun masuk ke paru-paru.
Pembakaran dari kulit jagung tersebut menghasilkan bunyi “keretek” atau “kemretek” yang melahirkan istilah kretek. Informasi mengenai hal yang dilakukan Jamhari langsung menyebar di wilayah Kudus. Para tetangga beramai-ramai ingin mencoba kretek buatan Jamhari.
Akhirnya Jamhari mendirikan perusahaan kecil untuk pembuatan kretek tersebut. Awalnya perdagangan kretek milik Jamhari hanya beredar di kawasan Kudus dan sekitarnya saja. Jamhari meninggal sekitar tahun 1880 dan menjadi patokan perkiraan industri kretek di Kudus dimulai.
Setelah itu, ada nama lain yang juga melegenda untuk tradisi kretek di Kudus, yaitu Nitisemito pada awal abad XX. Awalnya ia merintis usaha rokok berbungkus klobot namun bukan kretek. Beberapa nama telah dicoba dan dianggap aneh hingga akhirnya tercetus logo tiga lingkaran.
Para penikmat kretek milik Nitisemito secara beragam menyebut logo tersebut dengan “tiga lingkaran”, ada yang menyebut “tiga bola” atau “Bal Tiga”. Dengan merek tersebut, usaha kretek produksi Nitisemito mendapat izin resmi dari Pemerintah Hindia-Belanda.
Museum Kretek Didirikan
Untuk menunjukkan bahwa kretek berkembang sangat pesat di tanah Jawa khususnya di Kudus, akhirnya Museum Kretek dibangun. Museum Kretek didirikan pada 1986 atas prakarsa Soepardjo Rustam, Gubernur Jawa Tengah saat itu. Kala itu, ia berkunjung ke Kudus dan melihat potensi besar perusahaan kretek yang mampu menggerakkan perekonomian masyarakat.
Museum Kretek Kudus berlokasi di Jalan Getas Pejaten, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Museum ini merupakan satu-satunya museum kretek di Indonesia.
Museum ini menyimpan beragam koleksi yang mengisahkan tentang perkembangan kretek di tanah Jawa. Selain itu, museum ini juga menjadi lokasi shooting serial Gadis Kretek.
Museum ini menyimpan setidaknya 1.195 koleksi tentang sejarah kretek. Berkunjung ke Museum Kretek Kudus membuat pengunjung dapat mempelajari banyak hal, seperti kiprah Nitisemito yang mendirikan Pabrik Rokok Bal Tiga, melihat dokumen-dokumen perusahaan pada waktu itu, melihat alat-alat pembuatan rokok secara tradisional maupun modern, diorama jenis-jenis tembakau cengkeh, diorama pembuatan rokok di pabrik, dan lainnya.
Selain itu, di sekitar komplek museum juga terdapat beberapa miniatur bangunan cagar budaya, seperti Oemah Kembar Nitisemito. Konon, Oemah Kembar Nitisemito menjadi saksi bisu kejayaan Sang Raja Kretek Nitisemito.
Selain itu, ada juga miniatur Masjid Wali loram Kulon dengan gapura padureksan yang sungguh ikonik. Ada juga Rumah Adat Kudus Joglo Pencu yang memadukan arsitektur budaya Jawa (Hindu), Persia (Islam), China (Tionghoa) dan Eropa (Belanda).