Liputan6.com, Jakarta – Pilkada Jakarta 2024 sepi peminat dari jalur independen. Dari beberapa nama yang konsultasi ke KPU Jakarta, hanya satu pasangan yang pada akhirnya menyerahkan syarat dukungan sampai batas akhir penyerahan berkas, Minggu (10/5/2024) malam.
Sebelumnya, ada beberapa nama yang sudah konsultasi ke KPU Jakarta seperti Dharma Pongrekun (Wakil Kepala BSSN 2019-2021), Sudirman Said (Menteri ESDM 2014-2016), Noer Fajrieansyah (Komisaris PT Petrokimia Gresik), dan Poempida Hidayatullah (Anggota DPR 2012-2014).
Dari nama-nama di atas, hanya satu pasangan yang serius dan pada akhirnya menyerahkan syarat dukungan ke KPU Jakarta. Mereka adalah pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
Menurut Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, maju di Pilkada lewat jalur independen memang lumayan rumit. Tak hanya itu, mengalahkan calon yang diusung parpol juga sulit.
Untuk persyaratan, calon independen harus memenuhi dukungan masyarakat sebesar 7,5 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT). Untuk Pilkada Jakarta, sebanyak 618.968 dukungan harus dimiliki, berupa surat pernyataan dukungan disertai Kartu Tanda Penduduk.
“Jadi, tidak bisa itu calon independen instan. Benar-benar harus matang, harus disiapkan jauh-jauh hari. Disiapkan jaringannya, bahkan harus mendapatkan dukungan 7,5 persen dari DPT,” kata Usep kepada Liputan6.com, Senin (13/5/2024).
Usep menjelaskan, calon independen sebenarnya muncul sebagai kritik terhadap sistem kepartaian yang dimandatkan untuk rekrutmen calon di Pilkada. Tapi, ada beberapa yang menganggap sistem partai masih belum demokratis, sehingga digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan dikabulkan.
“Tapi dalam perjalanannya, secara elektabilitas, banyak juga calon independen yang gagal menang. Selain itu, calon independen tidak punya parpol pendukung di parlemen, padahal butuh dukungan anggota dewan untuk wujudkan berbagai programnya.”
Rintangan lain, kata Usep, calon independen harus kuat secara finansial dan jaringan. Belum lagi harus mengalahkan calon parpol yang punya mesin partai.
“Jadi, memang akhirnya yang dicalonkan partai, selangkah lebih maju, karena mesin partai di belakang dia. Kecuali memang kalau calon independen itu orang yang betul-betul populer dan punya jaringan cukup tinggi. Tapi kalau tidak punya itu, jaringan politik tidak ada, ya susah.”
“Sementara calon parpol, walaupun partai tidak bisa selalu diandalkan dalam kontestasi, paling tidak potensi untuk digerakkan masih ada. Apalagi partai-partai seperti PDI Perjuangan dan PKS, biasanya pemilihnya cukup solid di Jakarta.”
Sementara Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, mengatakan, Pilkada Jakarta berpeluang diramaikan calon independen sebenarnya menjadi hal yang menarik. Tapi kalau bicara peluang menang, tentu harus benar-benar kerja keras.
“Kita berkaca pada momentum Ahok di Pilkada Jakarta 2017. Sebelumnya independen, tapi ujung-ujungnya melalui parpol juga. Karena memang sulit,” kata Arifki kepada Liputan6.com, Senin (13/5/2024).
“Karena memang parpol memiliki kekuatan institusi yang lebih kuat ketimbang independen. Makanya, calon independen ini tidak mudah merebut kursi Jakarta 1,” tambahnya.