Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait kasus dugaan korupsi impor emas, dalam hal ini pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Siregar, dalam keterangannya, Selasa (25/6/2024).
Menurut Hari, para saksi yang diperiksa adalah JT selaku pihak Toko Cahaya Matahari, SJ selaku wiraswasta, LE selaku wiraswasta, GAR selaku wiraswasta, dan IJP selaku wiraswasta.
“Adapun kelima orang saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022 atas nama Tersangka TK, Tersangka HN, Tersangka DM, Tersangka AHA, Tersangka MA, dan Tersangka ID,” kata Hari.
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut perkara baru kasus korupsi emas, dalam hal ini pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010-2022. Sementara itu, publik menyoroti 109 ton emas yang diduga palsu dan beredar di masyarakat.
Kapuspenkum Kejagung yang sebelumnya, Ketut Sumedana, menyampaikan para tersangka menggunakan merek Antam ke emas cetak milik swasta secara ilegal.
“Itu kasus baru, sudah dijelaskan sama pak Dirdik. Keenam ini posisinya sebagai manajer yang punya kewenangan untuk stempel, ternyata yang distempel banyak. Yang ilegal juga distempel, sehingga mengganggu proses marketnya di Indonesia. Sekarang kita lagi hitung kerugian negaranya. Ini kasus baru beda dengan yang di Surabaya (Budi Said),” tutur Ketut saat dikonfirmasi, Senin (3/6/2024).
Ketut meyakini adanya perbedaan antara emas Antam dengan milik swasta yang distempel secara melawan hukum. Hanya saja soal kualitas, pihak yang ahli lebih berwenang menilai.
“Ya pasti beda, ini emas ilegal, yang satunya kan emas legal. Kalau kualitas saya enggak tahu, karena saya bukan ahlinya di sana. Ini kan masih kita hitung, masih kita cek semuanya,” jelas dia.
Adapun soal kondisi emas yang secara ilegal menggunakan nama Antam dan telah beredar di masyarakat, lanjut dia, masih perlu dibahas solusinya bersama para pihak terkait.
“Kita enggak bisa begitu, itu kan nanti, kita bicara sekarang, nanti kebijakan seperti apa kita belum tahu. Tentu bukan kita juga yang punya kewenangan otoritas,” Ketut menandaskan.