Masalah ketimpangan fasilitas kesehatan bukan satu-satunya tantangan di berbagai daerah. Ada hal lain yang juga perlu menjadi perhatian, yakni penyalahgunaan obat-obatan oleh oknum di beberapa daerah.
Obat-obatan yang pasokannya sudah terbatas malah dicampur dengan minuman keras untuk menambah sensasi efek memabukkan dari minuman tersebut. Hal ini jelas semakin merugikan masyarakat yang membutuhkan obat untuk swamedikasi.
Menurut psikolog klinis anak dan keluarga, Irma Gustiana Andriyani, S.Psi., M.Psi., remaja menjadi kelompok paling rentan melakukan penyalahgunaan obat.
“Otak remaja belum sempurna proses perkembangannya, sehingga belum dapat mengukur risiko dan sering bertindak impulsif. Selain itu, upaya konformitas dengan teman sebaya juga memberikan kecenderungan melakukan hal-hal yang kurang bijak,” ungkap Irma Gustiana dalam keterangan yang sama.
Ia menambahkan, minimnya edukasi dari keluarga, sekolah, dan lingkungan memperburuk situasi ini.
“Kurangnya pengetahuan dasar mengenai hidup sehat dan penggunaan obat yang aman di rumah dan di sekolah memberikan celah bagi remaja untuk mencoba hal-hal berbahaya, termasuk penyalahgunaan obat.”
Perlu keterlibatan banyak pihak, bukan hanya keluarga, tetapi anggota masyarakat, pemerintah juga sekolah untuk memberikan edukasi terkait penggunaan obat yang bijak sejak usia dini. Namun, sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab masih tetap ada dan mencari kesempatan penyalahgunaan. Apabila peredaran obat dibatasi tentu salah satu konsekuensinya mempersulit akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.