Liputan6.com, Jakarta Vector-borne diseases atau penyakit tular vektor berpotensi menjadi pandemi global berikutnya.
Penyakit ini menyumbang 17 persen kasus dari seluruh penyakit menular dan menyebabkan lebih dari 700.000 kematian setiap tahun.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Triwibowo Ambar Garjito, menyampaikan bahwa arbovirus seperti dengue, chikungunya, zika, dan yellow fever menjadi perhatian global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan telah menerbitkan Global Arbovirus Initiative yang menyebutkan potensi besar penyakit ini menjadi pandemi global berikutnya.
“Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,” jelas Triwibowo mengutip laman BRIN, Selasa (1/7/2025).
Meningkatnya urbanisasi tak terencana, mobilitas manusia yang tinggi, serta perubahan iklim menjadi faktor pendorong utama penyebaran vektor penyakit, terutama di kawasan tropis dan subtropis. Selain itu, resistensi vektor terhadap insektisida dan patogen terhadap obat turut menyulitkan pengendalian penyakit tersebut.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, NLP Indi Dharmayanti, menegaskan bahwa perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, perdagangan global, serta lemahnya infrastruktur kesehatan menjadi pemicu meningkatnya risiko penularan.
“Faktor-faktor tersebut menciptakan peningkatan insiden dan potensi penyebaran pandemi penyakit tular vektor. Oleh karena itu, riset berkelanjutan sangat penting untuk memahami perkembangan terkini penyakit ini serta potensi ancamannya di masa depan,” jelas Indi dalam webinar nasional Update Penyakit Tular Vektor; Berpotensi Menjadi Pandemi Berikutnya, pada Rabu (25/6/2025).
Menyebaran nyamuk berbakteri Wolbachia adalah salah satu upaya untuk menurunkan angka demam berdarah dengue atau DBD. Kabar baiknya, tidak hanya terbukti menurunkan angka kasus DBD, nyamuk Wolbachia juga dapat menurunkan penyakit lain yang berkaitan …