HomeLainnyaCalin Georgescu dan Lompatan Dukungan dari Ruang Siber

Calin Georgescu dan Lompatan Dukungan dari Ruang Siber

Dalam perkembangan zaman digital, pola ancaman terhadap kedaulatan negara mengalami perubahan yang signifikan. Jika di masa lalu pertahanan negara identik dengan kekuatan militer dan benturan fisik, kini teknologi informasi telah membuka celah baru yang sama sekali berbeda. Serangan kini tidak harus hadir dalam bentuk senjata; melalui siber, ancaman dapat merusak tanpa terlihat dan tanpa jejak yang mudah diidentifikasi.

Ruang digital telah menjadi panggung yang sangat rawan bagi pertarungan memperebutkan persepsi dan opini publik. Penyebaran informasi palsu, penggiringan opini secara sistematis, serta upaya untuk melemahkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi dan institusi negara dapat dilakukan secara luas dan masif. Tidak dibutuhkan peluru atau tentara, cukup kampanye digital yang terorkestrasi untuk menimbulkan instabilitas.

Kini, serangan siber harus dipandang sebagai risiko konkret yang mengintai kedaulatan nasional. Contoh nyata datang dari Eropa Timur, yaitu pemilihan presiden di Romania tahun 2024. Publik dikejutkan oleh kejadian luar biasa: seorang kandidat, Calin Georgescu, yang sebelumnya tak masuk daftar unggulan, tiba-tiba mendapatkan dukungan massif dalam waktu singkat. Fenomena ini didorong bukan oleh aktivitas fisik di jalan, melainkan oleh aliran konten digital terstruktur dan terorganisir secara besar-besaran.

Jutaan akun dengan identitas palsu bermunculan di media sosial seperti TikTok, Facebook, hingga Telegram hanya dalam beberapa pekan sebelum pemilihan. Melalui akun-akun ini, berbagai narasi strategis disebarluaskan, mulai dari isu kebangsaan, agama, hingga nada anti-Barat. Narasi-narasi tersebut semakin diperkuat oleh pemberitaan masif media luar negeri, seperti RT dan Sputnik, sehingga gaungnya tak terbendung.

Namun, jika dilihat lebih dalam, upaya ini ternyata melibatkan jaringan yang jauh lebih kompleks daripada sekadar operasi asing. Investigasi menemukan bahwa materi dan strategi komunikasi mayoritas digerakkan oleh pelaku domestik Romania sendiri, meskipun dukungan eksternal juga terlibat. Bahkan, agen pemasaran dan influencer berbasis internasional, termasuk dari London, ikut terhubung dalam jejaring propaganda digital lintas negara ini.

Pandangan Broto Wardoyo, akademisi dan Ketua Departemen Hubungan Internasional UI, memperjelas kenyataan yang dihadapi negara-negara demokrasi saat ini. Ia mengatakan bahwa garis pemisah antara ancaman eksternal dan internal di dunia maya justru semakin tipis, bahkan nyaris tak ada. Menurutnya, serangan siber yang dilakukan oleh pihak luar kerap berkolaborasi dengan aktor-aktor dalam negeri, sehingga sulit diketahui motif dan pelaku utamanya. Pada wawancara Selasa, 23 September 2025, Broto menegaskan, “Serangan siber dari luar negeri itu bersifat nyata, seringkali mereka menjalin kerja sama erat dengan pihak lokal, sehingga membaur dan kabur batasnya.”

Ia menambahkan, pengalaman Romania wajib menjadi pelajaran bagi negara-negara dengan demokrasi terbuka. Tanpa melibatkan kekuatan militer asing, manipulasi digital mampu melumpuhkan proses politik dalam negeri. Pola-pola seperti pengaburan persepsi masyarakat, melemahkan keabsahan pemilu, hingga pemecahan sosial melalui narasi provokatif bisa mendorong negara ke jurang konflik panjang.

Konteks ini sangat relevan untuk Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan pengguna internet terbanyak serta masyarakat yang amat aktif di berbagai media sosial, potensi keterpaparan Indonesia terhadap model ancaman seperti kasus Romania sangat besar. Apalagi, polarisasi politik yang muncul sejak beberapa pemilu terakhir menjadi lahan subur bagi infiltrasi operasi informasi siber. Jika jejaring bot, influencer, hingga iklan digital digunakan untuk membangun narasi tertentu, maka masyarakat semakin sulit membedakan propaganda asing dan dinamika politik asli nusantara.

Kondisi ini seharusnya menjadi alarm bagi berbagai pihak. Pengalaman Romania bukan sekadar catatan peristiwa jauh di Eropa, melainkan gambaran tentang betapa mudahnya sistem demokrasi modern disusupi dan dipengaruhi oleh kekuatan digital, bahkan di negara dengan institusi politik mapan sekalipun.

Satu-satunya fondasi untuk menghadapi kompleksitas ancaman digital lintas batas adalah kesadaran kolektif di semua strata masyarakat. Penguatan ketahanan siber serta peningkatan literasi digital sangat penting demi membangun imunisasi terhadap manipulasi informasi. Dengan pemahaman ini, masyarakat Indonesia diharapkan mampu bersikap kritis dalam menghadapi arus kabar di era digital, dan tidak mudah dimanfaatkan untuk kepentingan asing yang ingin mengoyak stabilitas nasional.

Sumber: Ancaman Siber Global Dan Ketahanan Siber Indonesia: Belajar Dari Kasus Pemilu Romania
Sumber: Ancaman Siber Global: Pelajaran Dari Kasus Pemilu Romania Bagi Ketahanan Siber Indonesia

berita