HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA : Seorang warga Loa Janan bernama Taebe yang tinggal di pinggiran jalan poros Samarinda-Balikpapan, berupaya keras mempertahankan hak lahannya dari kegiatan penambangan Perusahaan Batubara PT Insani Baraperkasa (IBP).
Lahan tersebut luasnya sekitar 2 hektaran dan kini diklaim PT Insani Baraperkasa, sudah dibebaskan melalui H Junaid.
Taebe sendiri mengaku tidak pernah menjual lahan atau tanah peninggalan orang tuanya itu kepada pihak manapun termasuk H Junaid, kata Taebe yang didampingi Kuasa Hukumnya Jufri Musa, Makmur, dan Jaenal, ketika menggelar Konferensi Pers, Minggu (19/5/2024) sore.
Di hadapan awak media, Taebe menceritakan asal muasal kepemilikan tanah orang tuanya bernama Laganing, yang telah meninggal dunia sejak tahun 1986.
Menurut Taebe, lahan itu berupa kebun dan sudah digarap Laganing sejak tahun 1962. Kebun almarhum bapaknya ini dirawat dengan baik, hingga tahun 1982 dibuatkan Surat Pernyataan Penguasaan Sebidang tanah dengan ukuran panjang 200 meter dan lebar 100 meter atau seluas + 20.000 M2, terletak di KM 11 Kecamatan Loa Janan, sebelah kiri jalan arah ke Balikpapan.
Tanah Laganing ini, sambung Taebe, sebelah Timur berbatasan dengan Daton/Tulamak atau sekarang Salike, Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan poros Loa Janan – Balikpapan, Sebelah Selatan berbatasan dengan Saderi atau sekarang Salike dan sebelah Utara berbatasan dengan H Moh Barkani atau sekarang M Tahrir.
Semenjak Laganing meninggal dunia, hak tanah perwatasan dan pengelolaannya dilanjutkan oleh Taebe selaku ahli waris almarhum Laganing. Dengan dasar surat Keterangan Pernyataan Ahli Waris, tanggal 20 Juni 2016.
Taebe mengaku sebagai ahli waris dari Laganing, ia kemudian membuat Surat Keterangan Kepemilikan Penguasaan Tanah dan Surat Pernyataan Tidak Sengketa pada tanggal 16 April 2007. Disaksikan oleh saksi batas H Moh Barkani, Daton, Saderi, dan mengetahui Ketua RT 01, Dusun Bhakti Luhur, serta Kepala Desa Tani Bhakti.
“Semuanya terdaftar dalam buku Register No. 593/05/TB/IV/2007, tanggal 16 April 2007,” ujar Taebe sambil menunjukan dokumen data-data kepemilikan tanah itu kepada Wartawan.
Kemudian masih ditahun yang sama, tahun 2016 Taebe tidak menyangka Kepala Desa Tani Bhakti Slamet AR menyampaikan bahwa tanah tersebut telah dijual Rengreng kepada Junaid, dan oleh Junaid tanah itu dijual lagi kepada PT Insani Baraperkasa.
“Nah, dari sinilah awal sengketa itu dimulai,” ungkap Taebe.
Jufri Musa dan rekan selaku Kuasa Hukum Taebe menambahkan bahwa di atas tanah kliennya ini kemudian terbit dokumen surat penguasaan tanah atas nama Tanggih istri dari Rengreng, yang kuat dugaan sengaja dibuat Kepala Desa Tani Bhakti.
Tanah yang tengah bersengketa dengan Taebe ini, kemudian dijual Tanggih kepada Junaid. Dari tangan Junaid inilah tanah tersebut dijual lagi kepada PT Insani Barapekasa, yang kemudian diklaim sudah dibebaskan melalui Junaid.
“Klien kami ini merasa heran tanahnya tiba-tiba sudah dijual, dan bahkan sekarang diklaim PT Insani,” kata Jufri.
Lanjut dikatakan Jufri, bahwa sejak tanah itu digarap Laganing tidak pernah dikenal yang namanya Tanggih dan Rengreng ataupun Junaid. Mereka ini sebenarnya tidak ada punya tanah di sana.
Semenjak tanah itu diklaim PT Insani setelah dibebaskan melalui Junaid bahkan sudah diterbitkan surat, tapi hingga kini surat tersebut tidak pernah terlihat wujudnya.
“Dari beberapa kali mediasi surat tersebut tidak pernah diperlihatkan kepada kami,” ungkap Jufri.
Atas dasar klaim inilah, PT Insani melalui kontraktornya PT Buma kemudian bergerak melakukan penambangan di lokasi tanah milik Taebe. Namun Taebe dan timnya berupaya mempertahankan tanahnya, sebelum adanya pembebasan ganti rugi.
Sempat dilakukan mediasi antara Kuasa hukum Taebe dan pihak PT IBP. Dari mediasi itu, jelas Jufri, PT IBP menawarkan tali asih namun ditolak.
Menurut Jufri, tanah di lokasi kliennya ini sangat strategis lantaran posisinya berada di pinggir jalan Samarinda Balikpapan. Dan pengalaman pembebasan lahan di daerah itu, harganya sudah mahal sekali.
“Jadi tidak mungkin klien kami mau menerima hanya dengan tali asih saja,” ujar Jufri.
Hal lain yang memunculkan asumsi ngototnya PT Insani ingin melakukan penambangan di lahan tersebut, karena dinilai lokasi itu memiliki banyak kandungan Batubara.
“Informasi dari klien kami, di areal tanahnya itu merupakan lengkungan yang kadar Batubaranya sangat besar dan banyak,” ujar Makmur, Kuasa Hukum Taebe lainnya.
Lanjut kata Makmur, bahwa suatu areal yang dikuasai oleh warga atau memiliki lahan dengan alas hak yang jelas sekalipun masuk di dalam konsesi atau titik koordinat penambangan, perusahaan wajib melakukan pembebasan terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatan penambangan.
Dalam masalah ini, Jufri kembali menekankan terkait soal kegiatan penambangan PT IBP, yang sudah masuk di areal lahan kliennya itu agar menghentikan sementara kegiatannya.
“Saya minta kegiatan ini dihentikan dulu karena masih dalam sengketa,” tegas Jufri kepada pihak PT IBP ketika turun ke lokasi, Selasa (21/5/2024) pagi.
Permintaan Jufri selaku Kuasa Hukum Taebe nampaknya tidak digubris, sempat terjadi ketegangan, dimana pihak perusahaan meminta agar Tim Kuasa Hukum Taebe tidak mendekat ke lokasi yang dijaga aparat Keamanan.
Jufri mengaku sangat menyayangkan kehadiran aparat di lokasi, yang dia nilai terkesan berada di pihak perusahaan.
“Lahan ini kan masih dalam sengketa antara warga dengan perusahaan. Ada apa dengan kehadiran aparat di sini,” ujar Jufri mempertanyakan.
Disinggung soal langkah apa yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah ini. Jufri bersama rekannya mengatakan, akan menempuh jalur hukum dengan melakukan Gugatan Perdata ke Pengadilan.
“Kami akan melakukan Gugatan Perdata ke Pengadilan,” tegas Jufri.
Baca Juga:
Sementara itu pihak PT IBP (RAIN Group) yang dikonfirmasi melalui Arief Kurniawan Manajer lahan PT IBP didampingi Mohamad Nilzam External Manager menyampaikan, kegiatan penambangan PT IBP di lokasi itu sudah sesuai dilakukan berdasarkan PKB2B dan perijinan lainnya, serta Kepmen ESDM No. 476.K/30/DJB/2008.
Terkait soal areal kerja PT IBP yang diklaim Pihak Sukoyo dan Taebe, jelas Arief kepada Wartawan saat memberikan keterangan di sebuah Cafe di Jalan Juanda Samarinda, Selasa (21/5/2024) sore.
Itu telah dibebaskan atau dibeli oleh RAIN Group dari Tanggih melalui Almarhum H Junaid pada tahun 2011, sebagaimana bukti Surat Keterangan Pemilikan/Pengusaan Tanah dan Surat Pernyataan untuk Melepaskan Hak Atas Tanah yang teregister di Desa maupun Camat, serta Pernyataan Tidak Sengketa dan BAP.
Lanjut dijelaskan Arief, Kapasitas Sukoyo bukanlah pemilik lahan, hanya sebagai kuasa penjaga lahan.
Dari hasil pertemuan sebelumnya pihak Sukoyo kerap menyampaikan keterangan berbeda atas kepemilikan lahan tersebut. Terkadang dia meyebutkan Taebe, terkadang pula Arifin, bahkan ada juga yang mengaku mengatas namakan Ivan.
Terkait masalah sengketa lahan ini, Arief mengakui pernah dilakukan mediasi tanggal 31 Oktober 2016, antara Taebe, Tanggih, dan Pihak H Junaid. Hasil dari mediasi itu dibuatlah Surat Pernyataan yang intinya saudara Taebe tidak akan menganggu gugat lagi tanah milik Tanggih, dan tidak akan menuntut dikemudian hari.
Ketika disinggung soal surat pernyataan yang dibuat Taebe itu telah dibatalkan, Arief mengaku pernah melihatnya namun menurutnya surat pembatalan tersebut sepihak dan tidak sah karena di dalam surat pernyataan itu ada beberapa pihak bertanda tangan.
“Tidak semudah itu dibatalkan. Harus diajukan ke Pengadilan,” kata Arief.
Dalam keterangan tertulisnya, Arief juga menyinggung tentang Surat Keterangan Kepemilikan/ Penguasaan Tanah tanggal 16 April 2007, yang diterbitkan oleh Pj Kades Tani Bakti Slamet AR dan RT 01 Wiryadi, dimana faktanya lahan yang diklaim tersebut berada di RT 10. RT 10 saat itu adalah Rusmadi.
Menurut Arief, ada ketidak cocokan batas lahan di surat dengan fakta lapangan. Di surat, sebelah Barat berbatasan dengan H Barkani, di lapangan lahan adalah jalan dan lahan milik H Tahrir.
Bahwa apa yang dilakukan PT. IBP (RAIN Group) adalah suatu upaya untuk mempertahankan hak atas apa yang sudah dimiliki atau dibelinya.
“Intinya kami tidak mungkin melakukan hal yang melanggar hukum atau semena-mena,” ujar Arief.
Lebih jauh Arief menyampaikan, adanya upaya merintangi atau mengganggu kegiatan pertambangan atau penyerobatan lahan, pihaknya sudah melaporkan ke pihak berwajib.
“Sejauh ini kami akan terus melakukan kegiatan di lapangan, kendati masih dalam status sengketa,” sebut Arief lebih lanjut.
Arief kemudian mempersilahkan pihak Taebe menempuh jalur hukum melalui Gugatan Perdata di Pengadilan, kalau merasa lahan itu adalah miliknya. Jika Pengadilan menyatakan kepemilikannya sah, maka perusahan bersedia melakukan ganti rugi.
” Kan negara sudah menyiapkan wadahnya, dan bukan malah merintangi atau meminta kami berhenti. Itu namanya perbuatan melawan hukum,” tegas Arief.
Lahan yang kini menjadi sengketa antara warga dan PT IBP diakui Arief memang ada kandungan Batubaranya, namun begitu dia memastikan kegiatan penambangan mereka hanya sekitar 2 ribu hingga 5 ribu saja di areal lahan tersebut.
Terkait keberadaan aparat di lokasi diakui Arief, sebagai bentuk pengamanan saja dari hal yang tidak diinginkan. Pihak PT IPB yang meminta kehadiran mereka.
“Tujuannya hanya untuk mengamankan kegiatan, dimana dikhawatirkan terjadi suatu tindakan kriminal.” tandas Arif. (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: Ib
Editor: Lukman