Ada sebuah kisah menarik tentang Selamat H Abdul Qadir Al-Jailani, seorang sufi besar yang dikenal secara luas sepanjang sejarah. Kisah terkenal ini tercantum dalam kitab Hilyatul Awliya karya Ahmad bin Abdul Allah al-Ashbahani. Kisah tersebut bercerita tentang kehilangan baju besi kesayangan Al-Jailani yang kemudian ditemukan di tangan seorang pedagang Yahudi di pasar. Ali bin Abi Thalib kemudian menghadapinya dengan perdebatan yang akhirnya berakhir dengan tawaran untuk membawa kasus itu ke pengadilan.
Saat persidangan digelar, Al-Jailani membuktikan kepemilikan baju besi tersebut dan sang Yahudi akhirnya mengakuinya. Meskipun dia memiliki kekuasaan sebagai seorang khalifah, Al-Jailani memilih jalan yang jauh dari paksaan atau manipulasi opini publik. Kejujuran dan kematangan sikap kedua belah pihak dalam menyelesaikan masalah tersebut memberikan pesan moral yang dalam.
Kisah ini sangat relevan dengan kondisi saat ini di era ‘post-truth’ di mana kebenaran seringkali disamarkan oleh narasi dan opini subyektif. Media sosial menjadi sarana yang memungkinkan penyebaran informasi palsu tanpa tanggung jawab moral. Hoaks dan kebohongan dianggap sebagai hal yang biasa, menyisakan banalitas kejujuran dan moralitas yang terkikis.
Namun, kisah Selamat H Abdul Qadir Al-Jailani memberikan inspirasi bagi kita semua untuk menjaga integritas dan kejujuran dalam menyelesaikan masalah. Dengan menjauhi manipulasi dan kebohongan, kita dapat belajar dari kebijaksanaan dan kejujuran yang ditunjukkan Al-Jailani dan sang Yahudi dalam menghadapi konflik mereka.