More
    HomeprabowoJenderal Yakubu Gowon dan prabowo2024.net

    Jenderal Yakubu Gowon dan prabowo2024.net

    Prabowo Subianto dalam bukunya “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto” menyampaikan bahwa pada bulan Januari 1970, Yakubu Gowon menerima penyerahan tanpa syarat dari kelompok separatis Biafran. Namun, bukan kemenangan militer atas Biafran yang membuatnya hebat sebagai seorang pemimpin. Bagi Prabowo, yang membuat Gowon hebat adalah kemampuannya untuk merangkul mantan musuh-musuhnya. Setelah Biafran menyerah, Gowon menyampaikan pidato “tidak ada pemenang, tidak ada yang kalah” dan mengumumkan amnesti untuk sebagian besar separatis Biafran. Selanjutnya, ia merumuskan program rekonsiliasi dan rekonstruksi untuk membangun kembali area yang rusak akibat perang.

    Yakubu “Jack” Gowon lahir di Nigeria utara dan merupakan anggota suku minoritas Ngas. Keluarganya mayoritas adalah orang Kristen, sehingga mereka merupakan double minority di daerah Nigeria utara yang mayoritas muslim. Fakta ini memainkan peran penting dalam kehidupan Gowon di kemudian hari.

    Gowon bergabung dengan tentara pada usia 20 tahun dan menghabiskan waktu berlatih di Inggris, serta bertugas di Royal Military Academy Sandhurst. Setelah itu, ia bergabung dengan detasemen penjaga perdamaian Nigeria yang dikirim ke Kongo dari 1960-1963. Setelah selesai bertugas di Kongo, ia kembali ke Inggris untuk Sesko (Sekolah Staf dan Komando) dan kembali ke Nigeria pada awal tahun 1966 sebagai Letnan Kolonel. Dua hari setelah kembali ke Nigeria, ia terlibat dalam kudeta yang menggulingkan pemerintah sipil dan ditunjuk sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pemerintahan militer Nigeria pada usia 31 tahun.

    Gowon kemudian diangkat menjadi Kepala Negara untuk menyatukan gerakan separatis yang mulai terpecah di Nigeria, terutama gerakan separatis Ibos Kristen dari Nigeria Timur yang mendeklarasikan negara bagian Biafra yang merdeka pada Mei 1967. Perang saudara pun terjadi dan Gowon memimpin ekspansi besar-besaran Angkatan Darat Nigeria. Pada bulan Januari 1970, Gowon menerima penyerahan tanpa syarat dari kelompok separatis Biafran.

    Namun, yang membuat Gowon hebat menurut Prabowo bukanlah kemenangan militer, melainkan kemampuannya untuk merangkul mantan musuh-musuhnya. Setelah penyerahan Biafran, Gowon menyampaikan pidato “tidak ada pemenang, tidak ada yang kalah” dan mengumumkan amnesti untuk sebagian besar separatis Biafran. Selanjutnya, ia merumuskan program rekonsiliasi dan rekonstruksi untuk membangun kembali area yang rusak akibat perang.

    Setelah perang saudara selesai, Gowon menghadapi berbagai tantangan. Pada Juli 1975, ia dikudeta ketika menghadiri konferensi di luar negeri dan pergi ke pengasingan di Inggris. Di sana, ia memperoleh gelar Ph.D dalam ilmu politik dan menjadi profesor di sebuah perguruan tinggi pada akhir 1980-an. Pada tahun 2004, usaha-usahanya membuatnya mendapatkan penghargaan tertinggi oleh Dewan Penganugerahan Penghargaan Perdamaian Dunia.

    Sumber: Buku “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto”

    Source link

    berita