Kabinet 100 Menteri merujuk pada Kabinet Dwikora II yang dibentuk oleh Presiden Ke-1 Soekarno pada 24 Februari 1966. Kabinet itu terdiri atas 100 lebih menteri dan pembantu presiden setingkat menteri yang masa tugasnya hanya kurang lebih sebulan, mengingat masa kerja kabinet itu berakhir pada 28 Maret 1966.
Yusril, di hadapan para kadernya saat membuka musyawarah dan saat jumpa pers, menyatakan dukungannya terhadap revisi UU Kementerian Negara. Dia berpendapat undang-undang seharusnya tidak membatasi jumlah kementerian, karena kewenangan untuk menambah, mengurangi, menggabungkan, sampai memisahkan kementerian merupakan hak prerogatif presiden. Dia juga menilai pembatasan jumlah kementerian maksimal 34 itu menyulitkan presiden untuk mewujudkan program-programnya.
“Sekiranya presiden menganggap perlu menangani suatu kementerian khusus, misalnya dalam menangani bidang-bidang tertentu yang selama ini tidak ada, lalu mau tidak mau presiden tidak bisa melantik menteri itu,” kata Yusril.
Oleh karena itu, dia meyakini presiden harus punya kebebasan dalam menyusun kabinetnya, termasuk untuk menambah jumlah kementerian.
Yusril juga berpendapat seorang presiden tentu punya pertimbangan saat ingin mengubah nomenklatur kementerian, karena dia pasti mempertimbangkan prosesnya yang panjang. “Pengalaman saya di waktu-waktu yang lalu menggabungkan dua kementerian atau memisahkan satu kementerian jadi dua itu tidak sederhana,” kata Yusril.
Dia menceritakan prosesnya dapat berlangsung sampai 6 bulan, karena juga menyangkut urusan-urusan administratif dan teknis misalnya seperti mengubah kop, stempel, emblem, dan penanda-penanda lainnya di tingkat pusat sampai ke kantor perwakilan di daerah-daerah.
“Namanya kementerian berubah itu mulai dari papan nama, stempel, kop surat, baju, itu semua berganti, dari pusat sampai daerah, dan saya harus mengganti pegawai penjara, pegawai Imigrasi itu semua bajunya, badge-nya, ganti semua, capnya harus ganti semua. Ngurusin itu saja 6 bulan baru selesai. Jadi kapan mau bekerja,” kata Yusril menceritakan pengalamannya.
Oleh karena itu, dia yakin jika aturan yang membatasi jumlah kementerian itu sah dicabut, presiden yang memimpin saat itu akan berlaku bijak dengan tak membuat banyak perubahan dalam menyusun kabinet dan mengubah format ataupun nomenklatur kementerian.