Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan upaya Presiden Prabowo Subianto dalam mendukung efisiensi anggaran untuk program-program yang lebih berdampak langsung pada masyarakat. Program-program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada pangan, energi, dan perbaikan sektor kesehatan menjadi prioritas. Namun, anggaran untuk antisipasi dan mitigasi bencana tidak termasuk dalam program yang berdampak pada masyarakat.
Sebagai hasilnya, BMKG harus mengalami pemangkasan anggaran hingga 50 persen, dengan total pagu indikatif APBN 2025 yang disahkan sebesar Rp1,403 triliun. Penurunan anggaran ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kegiatan mitigasi bencana dan ketahanan iklim, termasuk pemeliharaan alat-deteksi bencana yang banyak yang rusak.
BMKG menilai bahwa efisiensi anggaran ini akan berdampak negatif pada Alat Operasional Utama (Aloptama), dengan pemeliharaan yang berkurang hingga 71 persen. Hal ini menyebabkan gangguan dalam observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, udara, gempa bumi, dan tsunami. Bahkan, alat sensor penting untuk pemantauan gempa bumi dan tsunami di seluruh Indonesia mulai tua dan tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Dampak dari pemotongan anggaran juga akan dirasakan dalam keselamatan transportasi udara, ketahanan pangan, energi, air, serta layanan untuk pembangunan berkeberlanjutan. BMKG juga menyatakan bahwa perannya sebagai penyedia peringatan dini tsunami di Samudera Hindia dan ASEAN akan terganggu. Ancaman bencana yang terus terjadi mestinya membutuhkan dukungan yang maksimal, namun pemangkasan anggaran ini menyulitkan BMKG untuk menjalankan tugasnya dengan efektif.