Di era digital saat ini, komunikasi politik telah mengalami transformasi signifikan. Media sosial dan platform daring menjadi hiruk-pikuk yang memengaruhi peran influencer dan buzzer dalam peta komunikasi politik. Influencer, dengan kekuatan untuk mempengaruhi persepsi dan perilaku melalui konten media sosial, memiliki pengikut yang luas dan kredibilitas tinggi. Mereka dimanfaatkan oleh aktor politik untuk memperkuat citra, isu, atau ideologi tertentu. Di sisi lain, buzzer, akun media sosial yang menyebarkan informasi dengan tujuan mempengaruhi persepsi publik, dapat berupa akun bot atau palsu. Keduanya saling melengkapi dalam memengaruhi arus informasi dan dinamika politik.
Influencer memainkan peran dalam membingkai isu politik dan memobilisasi dukungan melalui konten persuasif. Mereka dapat memengaruhi cara pandang publik terhadap isu politik dan mengajak pengikutnya untuk terlibat dalam kegiatan politik. Di sisi lain, buzzer menggunakan kekuatan jumlah dan koordinasi untuk menyebarkan informasi, opini, atau narasi secara masif. Aktivitas buzzer seringkali diarahkan untuk membangun atau mendelegitimasi wacana politik. Influencer dan buzzer sering bekerja secara sinergi untuk mencapai tujuan politik dengan memperluas jangkauan pesan dan meningkatkan visibilitas. Namun, praktik manipulatif dan penyebaran informasi yang menyesatkan dapat merusak integritas proses politik.
Karena itu, pemahaman yang komprehensif mengenai peran influencer dan buzzer dalam komunikasi politik menjadi penting. Regulator dapat mewajibkan transparansi dalam aktivitas politik di media sosial dan mendukung literasi media digital untuk masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, partai politik, akademisi, dan masyarakat sipil diperlukan untuk menjaga integritas proses politik. Hanya dengan kerja sama yang sinergis, komunikasi politik di Indonesia dapat terus berkembang sesuai dengan prinsip demokrasi yang sehat.