Liputan6.com, Jakarta – KondisiĀ gigi sensitif masih kerap dianggap sebagai masalah sepele, padahal dampaknya terhadap kualitas hidup tidak bisa diabaikan. Bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2025 yang jatuh di bulan Ramadan, isu ini kembali menjadi perhatian utama.
Menurut data global, satu dari tiga orang dewasa mengalami masalah gigi sensitif. Sayangnya, banyak yang menganggapnya sebagai bagian dari penuaan alami tanpa menyadari bahwa kondisi ini bisa menjadi indikasi melemahnya enamel dan terbukanya dentin gigi.
Jika dibiarkan, sensitivitas gigi dapat semakin parah dan mengganggu aktivitas harian, termasuk saat makan dan minum, yang menjadi tantangan tersendiri di bulan Ramadan.
General Manager Haleon Indonesia Dhanica Mae Dumo-Tiu, menekankan bahwa kesehatan gigi yang baik berkontribusi pada kesejahteraan secara menyeluruh.
āGigi sensitif bukan hanya tentang rasa tidak nyaman saat makan, tetapi juga berdampak pada kualitas hidup. Penting bagi masyarakat untuk memahami kesehatan gigi serta memiliki akses terhadap solusi yang tepat agar dapat menjalani hidup dengan nyaman dan percaya diri,ā ungkap Dhanica di Jakarta, Kamis (20/3).
Studi Dampak Gigi Sensitif pada Kualitas Hidup
Studi terbaru yang dilakukan awal 2024 oleh Haleon bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) dan IQVIA menunjukkan bahwa 9 dari 10 penderita gigi sensitif mengalami penurunan kualitas hidup.
Sebanyak 93% responden merasa tidak nyaman saat makan dan minum, sementara 86% mengaku mengalami kecemasan akan rasa sakit yang ditimbulkan, sehingga banyak yang menghindari makanan tertentu atau bahkan menarik diri dari kegiatan sosial.
Ā