Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sedang merencanakan untuk memasukkan siswa bermasalah ke dalam barak militer untuk mendapatkan pendidikan kedisiplinan. Wacana ini disambut dengan beragam tanggapan, termasuk dari Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco, yang mengungkapkan perlunya kajian mendalam sebelum kebijakan ini diterapkan. Dasco menegaskan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik dan kebijakan yang berbeda, sehingga hal ini tidak bisa diterapkan begitu saja di provinsi lain.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Giri Ramanda Kiemas, menyoroti pentingnya mempertimbangkan hak anak, hak asasi manusia, dan aspek psikologis sebelum menjalankan program ini. Menurut Giri, penitipan anak bermasalah di barak militer mungkin tidak efektif dan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Diperlukan kajian mendalam untuk lebih memahami profil anak dan mengatasi perilaku menyimpang dengan lebih baik.
Tindakan penjemputan paksa dan kurangnya dasar hukum yang jelas juga menjadi perhatian Giri, meskipun program ini akan melibatkan persetujuan orang tua. Dia menekankan bahwa pendidikan karakter sebaiknya dibentuk dalam lingkungan yang tepat, tanpa perlu memaksa siswa untuk masuk ke barak militer. Pemerintah daerah diminta untuk mempertimbangkan perbedaan budaya, sistem aparat, dan lembaga di setiap wilayah sebelum menerapkan kebijakan baru. Kritik juga dilontarkan terhadap inovasi yang terlalu berani tanpa kajian yang matang, yang dinilai dapat menciptakan kesan intimidasi terhadap siswa.