Menurut Abdul Rahman Farisi, pengamat BUMN dan Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, langkah SPBU swasta yang membatalkan pembelian base fuel dari Pertamina seharusnya dipertimbangkan sebagai strategi non-pasar yang umumnya dilakukan perusahaan besar untuk memberikan tekanan kepada pemerintah. Menurutnya, ada agenda tersembunyi di balik strategi non-pasar tersebut dan pemerintah perlu waspada dalam menghadapinya. Abdul Rahman juga menyarankan agar SPBU swasta tidak terus-menerus menggunakan isu PHK sebagai alat tekanan, karena menurut perhitungannya, target penjualan dan profit mereka telah tercapai hingga tahun 2025. Ia menekankan bahwa SPBU swasta sebaiknya tidak menciptakan kegemparan dengan mempermasalahkan isu PHK, mengingat target bisnis mereka telah tercapai. Terkait dengan kebijakan energi global, Abdul Rahman mengaitkan polemik ini dengan fakta bahwa saat banyak negara telah beralih ke standar bahan bakar berbasis etanol, Indonesia masih tertinggal dengan campuran E2, sementara negara lain seperti Brasil, India, Eropa, dan Amerika telah menggunakan campuran yang lebih tinggi, seperti E27/E100, E20, E10 hingga E85 secara berturut-turut. Menurutnya, penggunaan campuran etanol sudah menjadi hal lumrah di dunia saat ini, namun Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal ini.

