Home Berita Rokhmin Dahuri Menganggap Drama Korea SeolahTerjadi di MK Sebagai Awalnya

Rokhmin Dahuri Menganggap Drama Korea SeolahTerjadi di MK Sebagai Awalnya

0

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University yang juga Politikus PDIP, Rokhmin Dahuri mengatakan, khawatir dengan kondisi bangsa ini dua bulan terakhir. Karena itu, dirinya mengundang para akademisi dan tokoh nasional untuk berdiskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023) yang mengangkat tema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik.

“Jujur saya mengundang bukan atas lembaga apa pun, tetapi atas nama pribadi rakyat Indonesia yang sangat concern dan sangat memperhatikan dan mengkhawatirkan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam dua bulan terakhir ini,” kata dia saat menyampaikan pidato pembuka diskusi.

Menurutnya, para tokoh dan akademisi yang hadir pas diskusi punya tujuan sama, yakni mewujudkan Indonesia menjadi negara maju, adil, dan berdaulat. Dia mengatakan, majunya sebuah bangsa dan negara bisa tercapai apabila kehidupan berdemokrasi tidak dicederai. Hanya saja, kata Rokhmin, demokrasi di Indonesia yang baru tahap prosedural, makin terlihat turun setelah muncul sebuah putusan dengan nuansa drama dari Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami sepakat, syarat kemajuan sebuah bangsa adalah pada terlaksananya sistem dan kehidupan berdemokrasi. Kalau setahun terakhir ini kita mencermati, bahwa demokrasi sejak reformasi ini baru tahap prosedural, belum substansi, sekarang lebih parah lagi, terutama dengan drama Korea yang terjadi di MK. Kita tahu semua bahwa itu adalah pemaksaan kehendak,” kata dia.

Adapun, tokoh yang hadir dalam diskusi ialah para pakar hukum tata negara seperti Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar atau Uceng, dan Refly Harun. Diskusi yang sama juga menghadirkan peneliti LIPI Ikrar Nusa Bakti, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid, hingga budayawan Romo Magnis Suseno. Di sisi lain, Rokhmin mengatakan pekerjaan rumah kepala negara di sektor ekonomi dan teknologi masih banyak ketimbang mengurusi perpolitikan. Semisal, pendapatan perkapita Indonesia yang tak sebanding dengan jumlah penduduk dan kekayaan alam melimpah di Tanah Air.

“Secara ekonomi, sebanarnya enggak baik-baik amat karena kalau secara korelatif, kan, harusnya ekonomi kita terbaik keempat kalau penduduk kita terbesar keempat, resource kaya, tetapi lihat di sini, kita hanya di rangking 16 hanya USD 1,3 Triliun. Jadi, kalau USD 1,3 Triliun, dibagi 278 juta penduduk, kita ketemunya pendapatan perkapita USD 4.580,” jelasnya. “Kalau kita mau klaim sebagai negara maju makmur, pendapatan per kapita itu harus USD 13.845,” sambungnya.

Exit mobile version