Sebelumnya, Rieke juga menguraikan, lima tahun lalu dirinya menginisiasi arsip PPNSB sebagai Memori Kolektif Bangsa.
“Alhamdulillah, dukungan pertama tahun lalu, datang dari Universitas Andalas. Kami berupaya menghadirkan kembali ingatan, bukan hanya tentang Presiden RI pertama Ir Soekarno, tapi juga tentang seorang konseptor politik hukum pembangunan yang ditunjuk Soekarno memimpin PPNSB,” terang dia.
Rieke menerangkan, konseptor politik hukum pembangunan yang ditunjuk Bung Karno itu adalah Prof Muhammad Yamin. Dia menyebut, Yamin lalu memimpin persiapan Dewan Perancang Nasional (Depernas), yang menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
“Pada kesempatan ini saya secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Bappenas yang akhirnya memberi dukungan penuh, dan joint nomination dalam mengusung PPNSB sebagai Memori Kolektif Bangsa,” terang Rieke.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, lanjut dia, PPNSB merupakan antitesa dari konsep negara federal yang dipaksakan Pemerintah Belanda terhadap Indonesia, yang tertuang dalam perjanjian Linggarjati (1942), Perjanjian Renville (1948), Perjanjian Roem Royen (1949) dan Konferensi Meja Bundar (1949).