Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengimbau masyarakat sekitar Gunung Semeru untuk waspada terhadap potensi erupsi, awan panas, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang bermuara di puncak Gunung Api Semeru.
Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, menekankan pentingnya untuk tidak melakukan aktivitas di sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 km dari puncak Gunung Semeru.
Erupsi Gunung Semeru terjadi pada Kamis, 28 Maret 2024 pukul 15.18 WIB, berupa awan panas dengan jarak luncur yang tidak diketahui karena kondisi Gunung Semeru tertutup kabut. Meskipun aktivitas erupsi, awan panas, dan guguran lava masih terjadi, namun seringkali sulit untuk diamati secara visual karena kondisi cuaca yang berkabut.
Selain potensi awan panas, potensi lahar juga tetap tinggi mengingat curah hujan yang cukup tinggi di wilayah Gunung Semeru. Material guguran lava dan awan panas yang terendap di sepanjang aliran sungai yang bermuara di Gunung Semeru berpotensi menjadi lahar jika terjadi interaksi dengan hujan.
Meskipun pemantauan deformasi dengan Tiltmeter dan GPS menunjukkan fluktuasi, namun akhir periode pengamatan menunjukkan adanya penurunan pada bagian bawah tubuh Gunung Semeru dan inflasi di bagian atas, yang berkorelasi dengan perpindahan tekanan dari dalam gunung ke permukaan saat terjadi erupsi.
Dengan hasil analisis dan evaluasi, tingkat aktivitas Gunung Semeru masih berada pada Level III (Siaga) dengan rekomendasi yang disesuaikan dengan potensi ancaman bahaya terkini.