Liputan6.com, Jakarta – Penggunaan rokok serta dampak buruk yang dihasilkan masih menjadi pembahasan nasional bahkan internasional. Pembahasan tersebut tampaknya akan terus bertambah dengan munculnya tren baru, yaitu rokok elektronik.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, rokok elektronik merupakan salah satu Hasil Produk Tembakau Lain (HPTL) atau sintetiknya dengan atau tanpa nikotin dan penambah rasa yang digunakan dengan cara menghisap uap pemanas atau cairan dari alat pemanas elektronik.
Bentuk dari rokok elektronik tersebut juga beragam. Mulai dari vape, pod, vapour, electrosmoke dan lain sebagainya.
Kepopuleran produk tembakau ini ternyata sudah mencapai kepada anak-anak dan remaja. Direktur P2PTM (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular) Kementerian Kesehatan, Eva Susanti, S. Kp., M.Kes menyampaikan adanya kenaikan secara signifikan dalam penggunaan rokok elektrik di Indonesia.
“Adanya peningkatan yang signifikan 10 kali lipat penggunaan rokok elektronik. Dari 0,3 persen menjadi 3,0 persen. Jadi kemungkinan ada kecenderungan anak-anak mengalihkan penggunaan rokok konvensional kepada rokok elektronik,” tuturnya dalam acara Temu Media Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024 di Jakarta (29/5/2024).
Mengenai rentang usia perokok (konvensional dan elektrik) di Indonesia yang paling tinggi adalah usia 15-19 tahun dengan 56,5 persen. Lalu, usia 10-14 tahun sebanyak 18,4 persen dan usia 13-15 tahun sebanyak 19,2 persen.
“Kita dihadapkan dengan bahaya pertumbuhan perokok aktif di Indonesia ini karena gencarnya pemasaran produk di kalangan masyarakat, terutama anak remaja,” lanjut Eva.
Eva menggarisbawahi tren atau popularitas dari berbagai macam produk tembakau menjadi faktor utama dari meningkatnya prevalensi anak remaja yang merokok di Indonesia.