Liputan6.com, Jakarta – Pasien asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) kerap menggunakan inhaler untuk meredakan gejala sesak napas yang sewaktu-waktu kambuh.
Apa yang dihirup pasien asma dalam alat inhaler bukanlah angin, cairan, atau serbuk biasa melainkan ada kandungan obat yang disebut tiotropium. Biasanya, tiotropium dimasukkan ke dalam inhaler sehingga bisa disemprotkan atau dihisap dengan mudah ke dalam mulut.
Menurut dokter spesialis paru, Susanthy Djajalaksana, penyakit obstruksi paru yang menahun bersifat progresif atau dapat memburuk dari waktu ke waktu.
“Namun, dengan pengobatan yang tepat, pengidap penyakit obstruktif menahun dapat terbebas dari gejala dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik,” kata Susanthy dalam seminar ilmiah Teknologi Inhaler dan Sistem Penghantaran Obat untuk Pengendalian Penyakit Paru bersama Actavis Indonesia, Kamis, 23 Mei 2024.
Salah satu upaya yang tepat dilakukan adalah penggunaan inhaler dengan kandungan tiotropium bromide. Ini menjadi metode medis untuk mengendalikan dan mencegah gejala yang timbul akibat asma dan penyakit PPOK.
Tiotropium mampu mengendalikan gejala, bekerja dengan cara merelaksasi dan melebarkan otot pada saluran pernapasan sehingga penderita PPOK dapat bernapas dengan lebih mudah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pokja Asma PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Budhi Antariksa menjelaskan, tiotropium menjadi pilihan pengobatan yang bermanfaat bagi pasien dengan kondisi pernapasan kronis.
“Telah terbukti secara klinis mampu meningkatkan fungsi paru-paru, mengurangi sesak napas, serta gangguan pernapasan akut. Pemberian obat ini mampu meningkatkan kualitas hidup pasien-pasien PPOK,” ujar Budhi.