Home Kesehatan Kendalikan Konsumsi Gula Garam Lemak, BPOM Bahas Labelisasi Nutri-Level pada Kemasan Pangan

Kendalikan Konsumsi Gula Garam Lemak, BPOM Bahas Labelisasi Nutri-Level pada Kemasan Pangan

0

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mulai membahas wacana labelisasi kemasan pangan yang dapat menunjukkan tingkat kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) pada produk makanan.

Wacana ini dibahas oleh Kepala BPOM Taruna Ikrar bersama anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agung Laksono pada Senin, 23 September 2024.

Pertemuan lebih tepatnya bertujuan untuk mengetahui pandangan BPOM dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai penerapan labelisasi produk pangan tersebut.

Saat membuka pertemuan terbatas, Agung Laksono menyampaikan bahwa Wantimpres sedang menyusun nasihat dan pertimbangan (nastim) terkait pengendalian konsumsi GGL.

“Penyakit stroke, jantung, dan diabetes menjadi tiga besar penyebab kematian di Indonesia,” kata Agung mengutip keterangan pers BPOM, Selasa (24/9/2024.

Dia menambahkan, salah satu penyebab munculnya penyakit tersebut adalah konsumsi GGL yang berlebihan.

Menurut survei Kemenkes tahun 2014, sekitar 29,7 persen penduduk Indonesia sudah mengonsumsi GGL di atas standar. Karena itu, muncul wacana labelisasi yang akan menunjukkan tingkat risiko konsumsi GGL.

“Kami ingin mendengarkan masukan, penjelasan, dan nasihat dari Bapak dan Ibu sekalian tentang hal ini,” imbuh Agung Laksono.

Mengingat dampaknya terhadap kesehatan masyarakat, Pemerintah Indonesia berupaya melakukan penanggulangan penyakit tidak menular (PTM) melalui kebijakan kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan PTM, dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, termasuk di dalamnya menyebutkan pengendalian PTM melalui pengendalian konsumsi GGL.

Obat herbal yang mengandung zat kimia berbahaya bernilai Rp 2,5 miliar ini diklaim mampu menyembuhkan penyakit nyeri sendi, rematik, hingga jantung.

Source link

Exit mobile version