Perilaku konsumen telah mengalami evolusi signifikan di era saat ini, dipengaruhi oleh faktor seperti kemajuan teknologi, perubahan nilai sosial, dan pola konsumsi baru. Model perilaku konsumen tradisional yang berfokus pada pengambilan keputusan rasional telah berubah menjadi penekanan pada konsep membeli, memiliki, dan menjadi. Di fase pembelian, perjalanan belanja online telah mengubah cara konsumen menjelajahi, membandingkan, dan membeli produk dengan mudah. Namun, kekhawatiran tentang privasi data dan keamanan juga semakin menjadi fokus, di tengah kemudahan belanja online.
Pada fase kepemilikan, individu sering mengaitkan barang yang dimiliki dengan identitas sosial dan status. Namun, gerakan minimalisme dan konsumsi sadar juga mendapatkan momentum, menekankan pengalaman daripada kepemilikan materi, yang sejalan dengan nilai-nilai lingkungan dan sosial. Implikasi lingkungan dan sosial dari konsumerisme yang berlebihan menjadi sorotan, mendorong perlunya praktik konsumsi yang bertanggung jawab.
Di fase menjadi, konsumsi berfungsi sebagai cara individu mengekspresikan identitas dan nilai-nilai mereka. Namun, fenomena tribalisme merek dan pencarian citra diri yang diidealkan dapat mengarah pada polarisasi dan ketidakpuasan. Konsep Freud tentang Id, Ego, dan Superego membantu memahami perilaku konsumen di era digital, dengan id mendorong pembelian impulsif, ego berperan sebagai mediator rasionalitas, dan superego dipengaruhi oleh nilai sosial dan moral.
Konsep ini dapat diterapkan pada fenomena FOMO, di mana id mendorong respons impulsif terhadap tren populer, ego menyeimbangkan realitas dan dorongan impulsif, dan superego menegakkan aturan moral dan sosial. Penerapan konsep ini dalam pemasaran memungkinkan untuk mengembangkan strategi yang tepat dan efektif dalam menjangkau konsumen. Meskipun kritik terhadap teori Freud, pemahaman tentang psikologi konsumen menjadi kunci dalam pengembangan strategi pemasaran yang berhasil.
