Liputan6.com, Jakarta – Mencermati kasus keracunan makanan pada siswa terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG), Dietisien Leiyla Elvizahro, S.Gz dari Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada menekankan pentingnya edukasi dasar tentang keamanan pangan, baik bagi panitia penyelenggara maupun masyarakat umum. Salah satunya adalah mengenali ciri makanan yang sudah tidak layak dikonsumsi.
“Makanan seperti nasi, mie, dan lontong yang kaya karbohidrat akan mudah basi jika disimpan terlalu lama di suhu ruang. Tanda-tandanya antara lain berbau asam, berlendir, atau muncul jamur,” jelas Leiyla, mengutip laman ugm.ac.id.
Ia menyarankan agar masyarakat membiasakan diri mengenali ciri makanan basi dengan mencium aroma makanan sebelum menyantapnya.
“Deteksi dini lewat pancaindra sering kali cukup untuk mencegah konsumsi makanan yang berisiko,” imbuhnya.
Waktu dan Suhu: Dua Faktor Kunci
Menurut Leiyla, penyebab utama keracunan massal dalam kasus MBG kemungkinan besar berasal dari buruknya penanganan makanan, terutama pada aspek penyimpanan dan distribusi.
“Makanan yang disajikan dalam jumlah besar harus memenuhi standar higienitas yang ketat, termasuk pemakaian penutup makanan, penyimpanan di suhu yang tepat, serta kebersihan alat dan tenaga penyaji. Kalau makanan disimpan lebih dari empat jam tanpa penghangat atau pendingin, risiko pertumbuhan bakteri akan meningkat drastis,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga jeda waktu antara proses masak dan konsumsi. Semakin lama jaraknya, semakin besar kemungkinan makanan terkontaminasi.