:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4584632/original/022178500_1695352543-front-view-cigarette-bad-habit-concept.jpg)
Aditya menjelaskan terdapat lima faktor risiko yang memicu penyakit jantung koroner. Pertama, merokok, kemudian disusul tekanan darah tinggi, gula darah tinggi (diabetes), kolestrol, dan riwayat keluarga (genetik).
Dalam penjelasannya, merokok ditekankan sebagai faktor gaya hidup yang mudah ditemukan tetapi paling berbahaya. Menurut dia, perokok jauh lebih rentan terkena penyakit jantung koroner dibanding bukan perokok.
Ia menekankan pentingnya peran dokter dalam kampanye kesehatan masyarakat. “Jadi ini advokasi kita semua, syiar kita sebagai dokter jantung untuk mengentaskan yang namanya rokok di dunia lah,” ujar Adit.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa sering kali perokok tidak mengalami keluhan apapun di awal, padahal bisa saja penyakit jantung telah berkembang.
“Ada keluhan? Enggak. Nyari dada? Enggak. Sesak nafas? Enggak,” ucapnya.
Kondisi tanpa gejala membuat banyak orang terlena, padahal bisa saja kerusakan pada jantung sudah berlangsung. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar bahaya rokok tidak diremehkan hanya karena tubuh terasa baik-baik saja.
Selain itu, Aditya menyebut, perbedaan gaya hidup perokok dengan orang yang tidak merokok bisa memengaruhi kondisi seseorang pada fase usia lanjut.

