Home Otomotif Indonesia Ogah Kasih Insentif Mobil Hybrid, Pabrikan Otomotif Kabur ke Negara Tetangga

Indonesia Ogah Kasih Insentif Mobil Hybrid, Pabrikan Otomotif Kabur ke Negara Tetangga

0

insentif mobil hybrid

Insentif mobil hybrid sempat dikabarkan bakal disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI). Hal ini menjadi isu yang cukup banyak diperbincangkan kalangan pemerhati otomotif.

Pemicunya adalah pasca para petinggi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai jika mobil hybrid juga layak mendapat insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seperti halnya yang telah diterapkan kepada mobil listrik murni.

Menurut pihak Gaikindo, mobil hybrid memang masih membutuhkan bahan bakar fosil untuk menggerakkan mesin ICE yang diusungnya. Namun berkat tambahan motor listrik dan baterai, konsumsi BBM dan emisi karbon yang dihasilkan mobil hybrid jauh lebih rendah dibanding mobil Internal Combustion Engine (ICE).

Bahkan pada beberapa mobil hybrid, kapasitas baterainya sanggup bertahan hingga sejauh 60-80 km tanpa membutuhkan BBM sama sekali. Alhasil, kinerja ini sudah mendekati kemampuan dari mobil listrik murni.

Berlandaskan fakta ini lah Gaikindo yang didalamnya juga terdapat para produsen kendaraan roda empat yang berbisnis di Indonesia menilai, insentif mobil listrik berupa PPN 1% juga layak dinikmati para konsumen mobil hybrid. 

Tetapi pada kenyataannya, wacana insentif mobil hybrid di Indonesia cuma gimmick belaka. Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI memastikan tidak akan ada insentif mobil hybrid.

“Di sektor hybrid yang sempat menunggu apakah ada kebijakan baru apa tidak? Jadi pemerintah akan terus dengan kebijakan-kebijakan yang ada saja,” ungkap Airlangga di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Baca juga: Toyota Mau Bikin Mobil Hybrid Sejuta Umat?

Pemerintah Anggap Mobil Hybrid Sudah Laku Meski Tak Ada Insentif

Toyota Innova Zenix HEV, jadi mobil hybrid paling laris di Indonesia

Lebih lanjut Airlangga menjelaskan, selama ini meski tanpa insentif pajak seperti halnya yang diberikan Pemerintah terhadap mobil-mobil listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV), penjualan mobil hybrid sudah jauh lebih tinggi ketimbang BEV.

“Kalau kita lihat penjualan mobil hybrid itu hampir dua kali (lebih tinggi) daripada BEV, jadi sebetulnya produk hybrid itu sudah berjalan dengan mekanisme yang ada sekarang,” jelas Menteri.

Menurut dia, dengan kondisi seperti itu, pemerintah menganggap tanpa memberikan insentif, penjualan mobil hybrid tetap berkembang dan berjalan dengan baik. Sebaliknya, Airlangga menyebutkan, untuk sektor otomotif, pemerintah justru akan menggenjot pertumbuhan untuk kendaraan jenis BEV agar lebih cepat.

Jika kita melihat berdasarkan data wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) yang diterbitkan Gaikindo, penjualan Hybrid Electric Vehicle (HEV) memang tumbuh lebih cepat dibanding BEV untuk periode 2019-2024.

Honda CR-V e:HEV

Pada 2019, wholesales HEV tercatat hanya 787 unit, sementara untuk produk BEV belum ada APM (Agen Pemegang Merek) yang mulai memasarkannya. Barulah di 2020, sudah 125 unit BEV yang terjual, sementara penjuala HEV telah meroket jadi 1.191 unit.

Lanjut ke 2021, disaat penjualan mobil hybrid bisa mencapai hampir dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya, yaitu 2.472 unit, penjualan mobil listrik baru di angka 687 unit. Kemudian pada saat era Pandemi Covid-19 yaitu sepanjang 2022 penjualan mobil listrik hampir menyamai penjualan mobil hybrid yakni masing-masing 10.327 unit dan 10.344 unit.

Adapun pada tahun berikutnya, penjualan HEV mengalami kenaikan berkali-kali lipat, dengan tembus di angka 54.179 unit, sementara wholesales BEV cuma 17.051 unit. Dan d periode Januari – Juni 2024 ketika penjualan mobil hybrid sudah mencapai 25.807 unit, penjualan EV baru 11.938 unit.

Baca juga: Pemerintah Pastikan Tak Ada Insentif Tambahan untuk Mobil Hybrid

Insentif Mobil Hybrid di Negara Lain Lebih Menggiurkan

Nissan jadikan Thailand basis produksi mobil hybrid terbesar mereka

Jika di Indonesia insentif mobil hybrid hanya berupa wacana semata, tidak dengan negara lain. Bahkan sejumlah negara tetangga seperti Thailand, justru menawarkan kemudahan kepada para produsen otomotif yang mau berinvestasi dan memproduksi mobil hybrid.

Belum lama ini Pemerintah Negeri Gajah Putih itu mengumumkan insentif berupa pemotongan pajak untuk para produsen otomotif yang mau investasi manufaktur kendaraan hibrida. Menurut Thailand Board of Investment (BOI), produsen mobil yang mau dapat insentif tersebut harus berinvestasi minimal 3 miliar Baht atau kira-kira setara Rp1,3 triliun.

Langkah ini dilakukan pemerintah setempat menurunkan tarif pajak bagi produsen yang membuat mobil hybrid dengan standar emisi karbondioksida (CO2) lebih ketat, sehingga tarif cukainya bisa hanya 6-9 persen. 

Pemerintah negara tersebut telah menetapkan kebijakan pajak berdasarkan emisi CO2 dari setiap kendaraan yang dipasarkan. Untuk kendaraan dengan emisi CO2 kurang dari 100 g/km, akan dikenakan tarif pajak sebesar 6%. Sedangkan kendaraan yang mengeluarkan emisi CO2 antara 101-120 g/km dikenai pajak 9 persen.

Thailand diserbu pabrikan mobil listrik China

Selain itu, langkah ini juga dilakukan demi menyelamatkan perusahaan vendor suku cadang termasuk para pekerjanya, ditengah gempuran produsen mobil listrik (Battery Electric Vehicle) terutama dari China.

Sebab pemerintah Thailand melihat, meskipun para produsen China ini juga mendirikan pabrik di negara tersebut, tetapi untuk kebutuhan suku cadang, mereka masih impor langsung dari negara asalnya. . Kondisi ini memaksa sejumlah perusahaan gulung tikar akibat tak ada lagi orderan sebagai pemasok komponen kendaraan yang diproduksi di Thailand.

Dengan adanya kebijakan baru tersebut, Nissan mengumumkan bakal menambah investasinya di negara itu. Mereka pun sudah siap dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemrintah setempat, guna menikmati keringanan pajak yang diberikan.

Nissan memang tidak mengungkapkan besaran nilai investasi yang dikucurkan. Akan tetapi, nilai anggaran yang akan di investasi bakal lebih tinggi dari ambang batas syarat yang ditetapkan pemerintah tersebut. Bahkan pabrikan jenama Jepang itu sudah mengisyaratkan bakal merilis lima model hybrid di Thailand.

“Kami akan meluncurkan lima model mobil antara tahun 2025 hingga 2027 dan sedang mempertimbangkan model mana yang akan dibuat di Thailand,” ungkap Toshirio Fujiki, Presiden Nissan Motor Thailand (NMT).

Baca juga: Jalan Mulus Mobil Hybrid di Thailand Berbeda dengan Indonesia

MG VS HEV

Dengan berdirinya fasilitas produksi mobil hybrid di Thailand, maka hal ini akan menjadikan negara tersebut sebagai manufaktur mobil yang utama bagi Nissan. Bahkan Fujiki memprediksi pangsa pasar Nissan akan meningkat menjadi 3 persen tahun ini, dan naik dari 2,2 persen pada tahun 2023. Hal ini karena pada paruh pertama tahun 2024, volume penjualan domestik Nissan sudah sekitar 5.000 unit.

Selain Nissan, MG juga telah mengumumkan akan menggelontorkan investasi besar-besaran di Thailand, menyusul adanya kebijakan baru tentang insentif mobil hybrid tersebut. Dilansir The Bangkok Post, melalui perusahaan joint venture antara SAIC Motor-CP dan MG Sales (Thailand), perusahaan berdarah Tiongkok itu akan berinvestasi untuk produksi mobil hybrid di Provinsi Chonburi, Thailand.

Namun pihak otoritas belum menjelaskan secara gamblang, apakah investasi yang akan dimulai pada 2025 itu berbentuk pendirian fasilitas produksi baru, atau sekedar memperluas fasilitas perakitan MG Thailand yang sudah ada di Chonburi dengan luas sekitar 173 hektar.

“Kami tengah mempertimbangkan jumlah investasi untuk produksi HEV di Thailand yang akan segera diselesaikan. Kami percaya institusi keuangan setempat akan melonggarkan kriteria pajak demi menghasilkan lebih banyak pembeli mobil hybrid,” jelas Pongsak Lertruedeewattanavong, Vice-President of MG Sales (Thailand).

MG3 sempat hadir di GIIAS 2024

Dengan adanya investasi baru ini, MG berharap nantinya memenuhi hingga 40 persen kandungan lokal, dengan memanfaatkan komponen mobil hybrid dari para produsen pemasok suku cadang di Thailand, demi mendukung rantai pasokan di negeri tersebut.

MG sendiri sebenarnya sudah memiliki beberapa mobil hybrid yang dipasarkan di Thailand. Terbaru adalah MG3 Hybrid+ yang berjenis hatchback sebagai penantang Toyota Yaris dan Honda City Hatchback e:HEV.

Saat ini MG3 masih diimpor dari tiongkok, namun diprediksi, setelah investasi ini berjalan dan ada fasilitas perakitan baru, mobil hybrid tersebut akan diproduksi secara lokal di Thailand.

Setelah Nissan dan MG yang sudah mengumumkan penambahan investasi, diperkirakan akan ada beberapa produsen lain yang juga tertarik untuk menambah investasinya di Thailand, dan menjadikan negara itu basis produksi model hybrid.

Sementara pemerintah Indonesia masih ngotot mengajak pabrikan mobil listrik berinvestasi dengan iming-iming PPN 1% dan juga pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan bea masuk untuk produk mobil listrik CBU.

@autofun.indonesia Irit, muat banyak dan harganya rasional! Kayaknya Serena e-Power ini boleh banget jadi opsi mobil keluarga. #mobilbaru #serena #nissanserena #mpv #tipsmobil ♬ Astringent and nimble electric piano jazz (1017112) – Doggie Jazz

Source link

Exit mobile version